SEPENGGAL KISAH "BEDENG
PAK JENDERAL"
Secara visual saya pikir
tempat ini tidak asing bagi warga asli Cimahi dan sekitarnya. Bagi orang-orang yang
lahir pada era 80’n sepertinya pernah menjadi saksi sejarah kemunculan bangunan
ini. Bangunan ini memang terlihat tidak luas, tapi jika dilihat dari sisi yang tepat
bangunan ini memang terlihat mencolok. Kadang membuat orang penasaran untuk
melihat sisi dalam bahkan menerka-nerka apakah bangunan ini memiliki sejarah
panjang atau tidak, ada juga yang beranggapan “asa teu kudu nyaho, da biasa wae”.
(Latar depan bedeng Pak Jenderal, Sumber: Machmoed Mubarok)
Pada era 70-90n, Kota
Cimahi masih merupakan bagian Kabupaten Bandung yang secara revolutif menjadi
kotif sampai pada akhirnya menjadi kota otonom tahun 2001. Perkembangan Kota
tidak secepat Kota Bandung tempo dulu. Wilayah yang dekat dengan pusat Kota
Cimahi atau dulunya dekat dengan Jalan
Pos (http://nl.wikipedia.org/wiki/Grote_Postweg)
masih merupakan hamparan sawah yang luas dan jauh dari kesan keramaian,
termasuk wilayah sekitar bangunan ini. Hingga pada akhirnya perkembangan kota
yang begitu pesat memasuki era 90n membuat sebagian pelataran bangunan ini
menjadi bagian dari prasarana pendukung transportasi dan fasilitas publik
lainnya.
(Foto latar depan era
70n, Sumber: Komang Lutfianto)
Sekarang bangunan
yang secara arsitektur pagarnya mirip candi ini menyelinap diantara
jongko-jongko semipermanen yang letaknya persis ada di sebelah barat
persimpangan Cihanjuang/ke arah Borma. Jika kita lihat jejak visual bangunan dekade
70n menunjukkan adanya pelataran yang amat luas yang mencirikan itu kompleks
bangunan milik orang “besar”. Orang dulu menyebut tempat ini sebagai “bedeng”
karena ada petak-petak lahan yang dibuat bangunan dan beberapa bangunan
merupakan bangunan tua. Pemiliknya merupakan keluarga mantan Pangdam III
Siliwangi yaitu Pak Sadikin, sehingga bagi beberapa orang mengenal bangunan ini
sebagai bedeng Pak Sadikin, karena kebetulan jasad beliaupun dimakamkan disini.
Dikutip dari cerita
rekan-rekan di media sosialnya, tempat ini sering diajikan tempat main dan
temoat ngojay (berenang). Ketika itu banyak anak-anak kecil yang memanfaakan balong untuk berenang dan berlarian sambil
memainkan layang-layang diantara pematangnya. Beberapa balong yang lumayan dalam ketika itu cukup mencemaskan orang tua
terhadap aktivitas anak-anaknya. Makanya para orang tua jaman dulu sering “nyingsieunan”
anak-anaknya yang bermain disekitar balong
dengan berteriak “awas aya Pa Jenderal jang!”. Sosok Pa Jenderal tentara besar
yang berlatar belakang tentara memang menjadi alasan mengapa anak-anak ketika
itu nurut ke orang tuanya untuk tidak bermain sembarangan di sekitar balong.
Bangunan ini merupakan
bagian kecil dari sejarah panjang Kota Cimahi. Minimnya artikel yang memuat
informasi tentang bedeng” Pak Jenderal menjadi tantangan bagi kita untuk
mencari literatur dan jejak visual yang relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar